Selasa, 30 Oktober 2012

Sejarah Kalender Bali

Sejarah Kalender
Kalender atau tanggalan, adalah suatu cara yang teratur dan disepakati untuk menandai unsur rentang waktu yang tidak terbatas dalam daur dan hukum tertentu. Kegunaannya sudah tentu tergantung dari komunitas yang menyepakatinya. Misalnya untuk menentukan daur musim, kegiatan religius, mengukur panjang kurun dan sebagainya. Daur dan aturannya tentu saja tidak lepas dari ikatan budaya komunitas tersebut. Ada kalender yang daurnya didasarkan pada letak benda langit (misalnya kalender surya, kalender candra), dan ada pula yang tidak sama sekali (misalnya kalender pawukon kita).
Kalender yang berdasarkan letak benda langit juga memiliki aturannya sendiri-sendiri dalam penerapannya. Beberapa kalender mencermati setiap perubahan dengan observasi dari waktu ke waktu, misalnya penentuan garis busur cahaya pertama dipermukaan bulan, pada kalender ritual Islam. Kalender seperti ini tidak mungkin dirinci sebelumnya. Karena hasil observasinya bisa bergantung kepada cuaca dan peralatan yang digunakan. Sering terjadi ricuh atau standar ganda dalam kesepakatannya. Untuk keperluan duga dini (forecast) dan percetakan, tetap diperlukan kalender perkiraan, sedang ketelitiannya nanti akan sama-sama dimaklumi perihal geser menggesernya.
Kalender Gregorian (Masehi) juga berdasar benda langit - matahari. Observasi tidak mutlak diperlukan dari waktu ke waktu. Karena itu pendahulunya, kalender Julian, menerapkan kekeliruan berlarut-larut sampai 15 abad lebih lamanya. Karena itu kalender Julian direnovasi menjadi Gregorian dengan memperbaiki aturannya, dan memusnahkan 10 tanggal agar cocok dengan patokan semula.
Kalender dapat dipakai mengingatkan orang kepada sesuatu. Apakah yang akan terjadi, yang sedang berlangsung, dan yang telah lalu. Sebagai bentuk ketidak berdayaan orang melawan perputaran waktu diwujudkan dalam perhitungan-perhitungan. Sehingga orang sadar, kapan akan datang masa yang panas terik maupun masa yang bersimbah air. Akhirnya semakin teliti ke pengaturan untuk bertani, berburu, mengungsi, mencari ikan dan hampir segala segi kehidupan. Semuanya tercurah dalam kalender. Kalender adalah suatu bentuk pengaturan komunikasi kita dengan alam semesta.
Menurut perkiraan (Fraser, 1987) ada sekitar 40 macam kalender masih dipakai sampai saat ini. Terdiri dari kalender astronomis dan non astronomis. Pada keduanya, umumnya salah satu patokannya adalah hari (rotasi : putaran bumi pada porosnya), bulan (revolusi: putaran bulan mengelilingi bumi), dan tahun (revolusi: putaran bumi mengelilingi matahari). Kerancuan muncul karena patokan-patokan tersebut tidak mutlak konstan. Ada pergeseran sepanjang waktu. Sekalipun secara matematika dapat dituliskan rumus hingga 15.000 angka panjangnya, tetap tidak terdefinisikan. Mari kita lihat persoalannya.
Satu tahun tropis didefinisikan sebagai jangka waktu rata-rata yang diperlukan oleh matahari untuk pergi dan kembali lagi ke titik balik tepat di garis katulistiwa. Jangka waktunya didekati dengan rumus orbit Laskar (1986) adalah
365.2421896698 - 0.00000615359 T - 7.29E-10 T^2 + 2.64E-10 T^3 hari
di mana T = (JD - 2451545.0) / 36525
JD adalah bilangan hari Julian. Penyimpangan antara kenyataan dengan angka rata-rata ini hanya beberapa menit saja tiap tahunnya. Perhatikan bahwa dalam T, selisih dengan bilangan Julian dibagi dengan konstanta 36525 yang merupakan angka jadian dari 365.242189... di atas. Bilangan Julian dan rumus ini pula yang dipergunakan dalam semua perhitungan kalender dan pawukon di babadbali.com.
Satu bulan Synodic didefinisikan sebagai jangka waktu rata-rata antara titik temu posisi bulan dan matahari didasarkan pada phase bulan (penanggal / panglong). Panjangnya diukur menggunakan pendekatan teori Chapront-Touze dan Chapront (1988):
29.5305888531 + 0.00000021621 T - 3.64E-10 T^2 hari candra per bulan
di mana T = (JD - 2451545.0)/36525
Sekali lagi JD adalah bilangan hari Julian. Penyimpangan antara kenyataan dengan angka rata-rata (deviasi) ini adalah sampai 7 jam. Dengan demikian kira-kira 1 tahun candra adalah 354.36707 hari
Dari rumus-rumus di atas, nampak bahwa daurnya berubah perlahan seiring waktu. Teori pendekatan di ataspun masih terus diperbaiki hingga setepat-tepatnya.
Ada 3 macam kalender yang dihasilkan dari perhitungan di atas: Kalender surya (solar calendar), kalender candra (lunar calendar), dan kalendar suryacandra (luni-solar calendar). Dalam kalender suryacandra, kadang-kadang satu bulan candra utuh disisipkan untuk mengejar panjang tahun surya. Contoh dari kalender ini adalah kalender Cina, dan kalender Yahudi. Kalender Saka Bali mungkin mendekati suryacandra, hanya ketentuan untuk itu masih sedang banyak dipergunjingkan.
Kalender non-astronomik di antaranya adalah kalender pawukon dan wewaran di Bali. Kalender ini tidak memperdulikan posisi astronomik sama-sekali. Namun pada penggunaannya, tidak dapat dipisahkan dari penggunaan kalender Saka Bali yang sifatnya sangat khusus dalam khasanah perhitungan kalender di dunia.
Banyak upakara dan upacara yadnya, serta piodalan pura yang berdasarkan pawukon dalam menentukannya, namun banyak juga yang menggunakan penanggal dan panglong dalam kalender Saka. Demikian pula perhitungan ala-ayuning dewasa (baik buruknya hari).
Namun demikian, dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat Bali tetap juga menggunakan kalender Gregorian yang ditetapkan secara internasional. Adanya tiga kalender yang digunakan setiap waktu, merupakan unsur unik dalam budaya Bali.


Kalender Saka Bali
Kalender atau penanggalan Bali sangat penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bali. Tidak seperti kalender lain yang macamnya puluhan di dunia, kalender Bali sangat istimewa. Penanggalan Bali adalah penanggalan "konvensi". Tidak astronomis seperti penanggalan Islam, tidak pula aritmatis seperti penanggalan Jawa, tetapi 'kira-kira' ada di antara keduanya.
Penanggalan Bali mirip penanggalan luni-solar. Berdasarkan posisi matahari dan sekaligus bulan. Dikatakan konvensi atau kompromistis, karena sepanjang perjalanan tarikhnya masih dibicarakan bagaimana cara perhitungannya. Ada beberapa cara yang dicoba diterapkan beberapa tahun (sistem Nampih Sasih) kemudian kembali ke cara sebelumnya (Malamasa). Demikian sejalan dengan dinamika rakyat Bali. Berikut sedikit uraian mengenai beberapa tantangan yang ditemui dalam memformat kalender Bali secara komputasi komputer di kelir babadbali.com.
Dalam kompromi sudah disepakati bahwa: 1 hari candra = 1 hari surya. Kenyataannya 1 hari candra tidak sama dengan panjang dari 1 hari surya. Untuk itu setiap 63 hari (9 wuku) ditetapkan satu hari-surya yang nilainya sama dengan dua hari-candra. Hari ini dinamakan pangunalatri. Hal ini tidak sulit diterapkan dalam teori aritmatika. Derajat ketelitiannya cukup bagus, hanya memerlukan 1 hari koreksi dalam seratusan tahun. Karena itu dalam kelir babadbali.com disandingkan phase bulan secara perhitungan Bali dengan phase bulan secara astronomik.
Dalam 1 bulan candra atau sasih, disepakati ada 30 hari terdiri dari 15 hari menjelang purnama disebut penanggal atau suklapaksa, diikuti dengan 15 hari menjelang bulan baru (tilem) disebut panglong atau kresnakapsa. Penanggal ditulis dari 1 pada bulan baru, sampai 15 yaitu purnama, menggunakan warna merah pada kalender cetakan. Setelah purnama, kembali siklus diulang dari angka 1 pada sehari setelah purnama sampai 15 pada bulan mati (tilem) menggunakan warna hitam. Dalam perhitungan matematis, untuk membedakan warna, sering dipakai titi. Titi adalah angka urut dari 1 yaitu bulan baru, sampai 30 pada bulan mati. Angka 1 sampai 15 mewakili angka merah atau penanggal, 16 sampai 30 mewakili angka 1 sampai 15 angka berwarna hitam atau panglong.
Panjang bulan surya juga tidak sama dengan panjang sasih (bulan candra). Sasih panjangnya berfluktuasi tergantung kepada jarak bulan dengan bumi dalam orbit elipsnya. Sehingga kurun tahun surya kira-kira 11 hari lebih panjang dari tahun candra. Untuk menyelaraskan itu, setiap kira-kira 3 tahun candra disisipkan satu sasih tambahan. Penambahan sasih ini masih agak rancu peletakannya. Inilah tantangan bagi dunia aritmatika. Idealnya awal tahun surya jatuh pada paruh-akhir sasih keenam (Kanem) atau paruh-awal sasih ketujuh (Kapitu), sehingga tahun baru Saka (hari raya Nyepi) selalu jatuh di sekitar paruh-akhir bulan Maret sampai paruh-awal bulan April.
Tahun baru bagi penanggalan Bali, diperingati sebagai hari raya Nyepi, bukan jatuh pada sasih pertama (Kasa), tetapi pada sasih kesepuluh (Kadasa). Idealnya pada penanggal 1, yaitu 1 hari setelah bulan mati (tilem). Pada tahun 1993, Hari raya Nyepi jatuh pada penanggal 2, diundur 1 hari, karena penanggal 1 bertepatan dengan pangunalatri dengan panglong 15 sasih Kasanga. Sekali lagi kompromi diperlukan dalam perhitungan ini.
Sejak hari raya Nyepi, angka tahun Saka bertambah 1 tahun. Menjadi angka tahun surya Masehi dikurangi 78. Dengan demikian sasih- sasih sebelum itu berangka tahun Masehi minus 79. Hal ini akan terasa janggal bagi pengguna penanggalan Masehi, karena angka tahun sasih Kasanga satu tahun dibelakang angka tahun sasih Kedasa, dan angka tahun dari sasih terakhir, Desta (Jiyestha) sama dengan angka tahun berikutnya untuk sasih pertama (Kasa).
Banyak piodalan pura di Bali ditetapkan menurut kalender Saka. Beberapa hari suci juga berdasarkan tahun Saka, misalnya Hari Raya Nyepi dan Hari Suci Siwaratri. Dewasa ayu untuk berbagai keperluan pertanian dan industri juga sangat bergantung kepada tahun Saka, karena tahun Saka erat kaitannya dengan perjalanan musim. Pada kalender cetakan yang dibuat oleh pakar-pakar kalender Bali (pelopornya adalah pak Ketut Bangbang Gede Rawi) hampir tidak ada lagi ruangan untuk mencatat kejadian lain. Sudah penuh dengan segala petunjuk dan analisa tentang baik buruknya setiap hari. Itupun belum cukup, di belakang lembaran2 kalender itu selalu tercetak dengan sangat padat, informasi tentang banyak hal yang kaitannya sangat erat dengan perjalanan sang waktu. Walaupun demikian pentingnya kalender Bali, nampak selalu dicetak dengan kualitas seadanya, kalah dengan kertas mengkilap dan cetakan offset seperti kalender bergambar artis. :-))
Sayang sekali lagi, kalender Bali nampaknya hanya sampai pada tahap ini. Peranan generasi muda Bali tidak ada sama sekali. Pengkinian (update) nampaknya hanya pada angka dan kurunnya saja. Aktifitas-aktifitas yang tercakup seperti: hari baik untuk mencocok hidung kerbau, hari baik untuk menaikkan padi ke lumbung dan sebagainya, walaupun sudah langka untuk budaya kini, masih tetap ajeg tercantum seperti di lontar aslinya.
Sebetulnya kalau mau, para pakar kalender dan padewasan pasti dapat memberi petunjuk kapan hari baik untuk memformat hard disk, memulai group mailing list baru, men-tune-up karburator, mengganti filter udara AC atau kendaraan sampai hari baik untuk mengekspor produk baru dan sebagainya. Inikah ajeg Bali yang didengungkan itu?

0 komentar:

Posting Komentar