Om AWIGHNAMASTU NAMOSIDDHAM
Terlebih dahulu, kami haturkan
pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke
hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha
Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur
semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan
keberadaan para leluhur yang telah pulang ke
Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka.
Juga agar tidak terkena malapetaka
dari Ida Sanghyang Saraswati. Semoga kami semuanya.
serta keluarga dan keturunan kami mendapatkan
keselamatan. kesejahteraan sampai kelak di kemudian
hari di dunia ini.
Om Siddha rastu. Om Ksama sampurna
ya namah swaha.
Sebagai pendahuluan ceritera,
tersebutlah di kawasan Jawa, ada pendeta maha
sakti bernama Danghyang Bajrasatwa. Ada putranya
Iakilaki seorang bernama Danghyang Tanuhun atau
Mpu Lampita, beliau memang pendeta Budha, memiliki
kepandaian luar biasa serta bijaksana dan mahasakti
seperti ayahnya Danghyang Bajrasatwa. Ida Danghyang
Tanuhun berputra lima orang, dikenal dengan
sebutan Panca Tirtha. Beliau Sang Panca Tirtha
sangat terkenal keutamaan beliau semuanya.
Beliau yang sulung bernama
Mpu Gnijaya. Beliau membuat pasraman di Gunung
Lempuyang Madya, Bali Timur, datang di Bali
pada tahun Isaka 971 atau tahun Masehi 1049.
Beliaulah yang menurunkan Sang Sapta Resi -
tujuh pendeta yang kemudian menurunkan keluarga
besar Pasek di Bali. Adik beliau bernama Mpu
Semeru, membangun pasraman di Besakih, turun
ke Bali tahun Isaka 921, tahun Masehi 999. Beliau
mengangkat putra yakni Mpu Kamareka atau Mpu
Dryakah yang kemudian menurunkan keluarga Pasek
Kayuselem. Yang nomor tiga bernama Mpu Ghana,
membangun pasraman di Dasar Gelgel, Klungkung
datang di Bali pada tahun Isaka 922 atau tahun
Masehi 1000. Yang nomor empat, bernama Ida Empu
Kuturan atau Mpu Rajakretha, datang di Bali
tahun Isaka 923 atau tahun Masehi 1001, membangun
pasraman di Silayukti, Teluk Padang atau Padangbai,
Karangasem. Nomor lima bernama Ida Mpu Bharadah
atau Mpu Pradah, menjadi pendeta kerajaan Prabu
Airlangga di Kediri, Daha, Jawa Timur, berdiam
di Lemah Tulis, Pajarakan, sekitar tahun Masehi
1000.
Beliau Mpu Kuturan demikian
tersohornya di kawasan Bali, dikenal sebagai
Pendeta pendamping Maharaja Sri Dharma Udayana
Warmadewa, serta dikenal sebagai perancang pertemuan
tiga sekte agama Hindu di Bali, yang disatukan
di Samuan Tiga , Gianyar. Beliau pula yang merancang
keberadaan desa pakraman - desa adat serta Kahyangan
Tiga - tiga pura desa di Bali, yang sampai kini
diwarisi masyarakat. Demikian banyaknya pura
sebagai sthana Bhatara dibangun di Bali semasa
beliau menjabat pendeta negara, termasuk Sad
Kahyangan serta Kahyangan Jagat dan Dhang Kahyangan
di kawasan Bali ini. Nama beliau tercantum di
dalam berbagai prasasti dan lontar yang memuat
tentang pura, upacara dan upakara atau sesajen
serta Asta Kosala - kosali yang memuat tata
cara membangun bangunan di Bali. Tercantum dalam
lempengan prasasti seperti ini
"Ida sane ngawentenang
pawarah - warah silakramaning bwana rwa nista
madhya utama. lwirnya ngawangun kahyangan, mahayu
palinggih Bhatara - Bhatari ring Bali lwirnya
Puseh desa Walyagung Ulunswi Dalem sopana hana
tata krama maring Bali, ayun sapara Bhatara
lumingga maring Sad Kahyangan, neher sira umike
sila krama" yang artinya: Beliau Mpu Kuturan
yang mengadakan aturan tentang tatacara di dunia
ini yang berhubungan dengan mikro dan makrokosmos
dalam tingkat nista madya utama (sederhana,
menengah dan utama), seperti membangun pura
kahyangan, menyelenggarakan upacara sthana Bhatara-bhatari
di Bali. Seperti Pura Puseh Desa, Baleagung,
Ulunswi, Dalem, dan karena ada tata cara di
Bali seperti itu berkenanlah para Bhatara bersthana
di Sad Kahyangan, karena beliau yang mengadakan
tata aturan tersebut.
Adiknya bernama Danghyang Mpu
Bharadah mempunyai putra Iaki-laki dan keutamaan
yoga beliau bernama Mpu Bahula. Bahula berarti
utama. Kepandaian dan kesaktian beliau di dunia
sama dengan ayahandanya Mpu Bharadah. Beliau
memperistri putri dari Rangdeng Jirah - janda
di Jirah atau Girah yang bernama Ni Dyah Ratna
Manggali. Kisah ini terkenal dalam ceritera
Calonarang. Beliau Empu Bahula berputra Iaki
bernama Mpu Tantular, yang sangat pandai di
dalam berbagai ilmu filsafat. Tidak ada menyamai
dalam soal kependetaan, sama keutamaannya dengan
Mpu Bahula, ayahandanya. Mpu Tantular adalah
yang dikenal sebagai penyusun Kakawin Sutasoma
di mana di dalamnya tercantum "Bhinneka
Tunggal lka" yang menjadi semboyan negara
Indonesia. Beliau juga bergelar Danghyang Angsokanata.
Keberadaan beliau di Bali diperkirakan sejaman
dengan pemerintahan raja Bali, Sri Haji Wungsu
pada tahun Masehi 1049.
Ida Mpu Tantular atau Danghyang
Angsokanata, berputra empat orang semuanya Iaki-laki.
Yang sulung bernama Mpu Danghyang Panawasikan.
Yang nomor dua bergelar Mpu Bekung atau Danghyang
Siddhimantra. Yang nomor tiga bernama Mpu Danghyang
Smaranatha. Yang terkecil bernama Mpu Danghyang
Soma Kapakisan.
Ida Danghyang Panawasikan,
bagaikan Sanghyang Jagatpathi wibawa beliau,
Ida Danghyang Siddhimantra bagaikan Dewa Brahma
wibawa serta kesaktian beliau. Ida Danghyang
Asmaranatha bagaikan Dewa Manobawa yang menjelma,
terkenal kebijaksanaan dan kesaktian beliau,
serta Danghyang Soma Kapakisan, yang menjadi
guru dari Mahapatih Gajahmada di Majapahit,
bagaikan Dewa Wisnu menjelma, pendeta yang pandai
dan bijaksana. Ida Danghyang Panawasikan memiliki
putri seorang, demikian cantiknya, diperistri
oleh Danghyang Nirartha.
Ida Danghyang Smaranatha, memiliki
dua orang putra, yang sulung bernama Danghyang
Angsoka, berdiam di Jawa melaksanakan paham
Budha. Adik beliau bernama Danghyang Nirartha,
atau Danghyang Dwijendra, Peranda Sakti Wawu
Rawuh dan dikenal juga dengan sebutan Tuan Semeru.
Beliau melaksanakan paham Siwa, serta menurunkan
keluarga besar Brahmana Siwa di Bali yakni,
Ida Kemenuh, Ida Manuaba, Ida Keniten, Ida Mas
serta Ida Patapan. Danghyang Angsoka sendiri
berputra Danghyang Astapaka, yang membangun
pasraman di Taman Sari, yang kemudian menurunkan
Brahmana Budha di Pulau Bali.
Ida Danghyang Soma Kapakisan
yang berdiam di kawasan kerajaan Majapahit.
berputra Ida Kresna Wang Bang Kapakisan, ketika
Sri Maharaja Kala Gemet memegang kekuasaan di
Majapahit. Ida Kresna Wang Bang Kapakisan mempunyai
putra empat orang, semuanya diberi kekuasaan
oleh Raja Majapahit, yakni beliau yang sulung
menjadi raja di Blambangan, adiknya di Pasuruhan,
yang wanita di Sumbawa. dan yang paling bungsu
di kawasan Bali. Yang menjadi raja di Bali bernama
Dalem Ketut Kresna Kapakisan menurunkan para
raja yang bergelar Dalem keturunan Kresna Kepakisan
di Bali. Dalem Ketut Kresna Kepakisan datang
di Bali, menjadi raja dikawal oleh Arya Kanuruhan,
Arya Wangbang - Arya Demung, Arya Kepakisan,
Arya Temenggung, Arya Kenceng. Arya Dalancang,
Arya Belog, Arya Manguri, Arya Pangalasan, dan
Arya Kutawaringin, Arya Gajah Para serta Arya
Getas dan tiga wesya: Si Tan Kober, Si Tan Kawur,
Si Tan Mundur. Ida Dalem beristana di Samprangan,
didampingi oleh l Gusti Nyuh Aya di Nyuh Aya
sebagai mahapatih Dalem. Tatkala itu Ida Dalem
memerintahkan para menterinya untuk mengambil
tempat masing-masing. Ida Arya Demung Wang Bang
asal Kediri di Kertalangu, Arya Kanuruhan di
Tangkas, Arya Temenggung di Patemon, Arya Kenceng
di Tabanan, Arya Dalancang di Kapal,
Arya Belog di Kaba-Kaba, Arya
Kutawaringin di Klungkung, Arya Gajah Para dan
adiknya Arya Getas di Toya Anyar, Arya Belentong
di Pacung, Arya Sentong di Carangsari, Kriyan
Punta di Mambal, Arya Jerudeh di Tamukti , Arya
Sura Wang Bang asal Lasem di Sukahet, Arya Wang
Bang asal Mataram tidak berdiam di mana-mana.
Arya Melel Cengkrong di Jembrana, Arya Pamacekan
di Bondalem, Sang Tri Wesya: Si Tan Kober di
Pacung, Si Tan Kawur di Abiansemal dan Si Tan
Mundur di Cegahan Demikian dikatakan di Babad
Dalem.
Diceriterakan
kembali putra Ida Danghyang Angsokanata atau
Danghyang Mpu Tantular yang nomor dua yakni
Ida Mpu Bekung atau Danghyang Siddhimantra Beliau
bernama Mpu Bekung karena beliau tidak bisa
mempunyai putra. Kemudian beliau bergelar Danghyang
Siddhimantra disebabkan memang beliau pendeta
atau Bhujangga yang sakti serta bijaksana. Beliau
menjadi sesuhunan sakti Bhujangga luwih (Junjungan
sakti, pendeta yang bijaksana) di kawasan Bali
ini tatkala itu. Perihal gelar Ida Mpu Bekung
menjadi Danghyang Siddhimantra, akan diceriterakan
di bawah ini
Diceriterakan, Ida Mpu Bekung
berkeinginan untuk memiliki putra yang akan
menjadi penerusnya kelak. Karena itu beliau
melaksanakan upacara homa, memuja Sanghyang
Brahmakunda Wijaya.
Karena kesaktian beliau, dan
karena permohonannya itu, beliau dianugerahi
manik besar yang keluar dari api homa tersebut.
Kemudian nampak keluar bayi dari tengah-tengah
api pahoman itu. Anak itu kemudian diberi nama
Ida Bang Manik Angkeran. Artinya: Bang dari
merah warna api itu. Manik dari manik mutu manikam
yang menjadi anugerah, dan Angkeran dari keangkeran
pemujaan sang pendeta yang demikian makbulnya.
Demikian asal mulanya Ida Mpu Bekung memiliki
putera.
Setelah beliau memiliki putera,
sangat sukacita beliau Mpu Bekung, diperhatikan
dan dimanjakan betul putera beliau. Setiap yang
diinginkan putranya dipenuhi.
Setelah Ida Bang Manik Angkeran
menginjak remaja, mungkin diakibatkan oleh kehendak
Yang Maha Kuasa, agar supaya Ida Mpu Bekung
menemui ganjalan pikiran atau kesusahan, ternyata
kemudian putra beliau sehari-hari pekerjaannya
hanya berjudi melulu, tidak pernah tinggal diam
di rumah, selalu berada di tempat perjudian
semata. Di mana saja ada perjudian, di sana
Ida Bang Manik Angkeran bermalam. Diceriterakan
perjalanan beliau berjudi tidak pernah menang.
Selalu kalah saja.
Hingga habis milik ayahnya
dipergunakan untuk berjudi. Yang membuat Mpu
Bekung duka cita tiada lain karena putranya
tidak pernah pulang ke Griya. itu menyebabkan
resah gelisah perasaan beliau, seraya pergi
mencari putra beliau Ida Bang Manik Angkeran
ke desa-desa. Setiap ada orang yang dijumpai
di tengah jalan, ditanyai oleh beliau apakah
ada menemui putra beliau yang bernama Ida Bang
Manik Angkeran. Namun semuanya mengatakan tidak
pernah mengetahui dan menemuinya.
Diceriterakan, konon, sudah
lama beliau mengembara mencari putra beliau
itu tidak juga dijumpai, sampai akhirnya tiba
di kawasan Tohlangkir pengembaraan beliau Setibanya
di Tohlangkir - Gunung Agung, di sana beliau
baru merasa lesu lelah kemudian duduk seraya
bersamadi menyatukan pikiran beliau, memuja
Dewa seraya membunyikan genta beliau yang bernama
Ki Brahmara .
Karena keutamaan puja mantra
beliau diiringi dengan suara genta beliau Ki
Brahmara yang demikian menakjubkan, menjadi
heboh keluar Ida Sanghyang Basukih, seraya berkata:
"Ah Mpu Bekung yang datang, apa keinginan
Mpu, memuja saya ? Segera katakan. agar saya
menjadi tahu !".
Berkatalah Ida Mpu Bekung:
"Singgih paduka Sanghyang, hamba memiliki
anak seorang tidak pernah sama sekali pulang,
sejak lama hamba mencarinya, namun belum juga
ketemu. Maksud hamba agar dengan senang hati
pukulun Sanghyang memberitahu keadaan sebenarnya,
apakah dia masih hidup, atau apakah dia sudah
.mati. Kalau misalnya dia masih hidup agar supaya
pukulun Sanghyang sudi memberi tahu, di mana
dia berada".
Dengan sukacita Ida Bhatara
Basukih berkata: "Ah Mpu, hendaknya Mpu
jangan bersedih hati, sebenarnya putra Mpu masih
hidup berada di desa-desa, bermalam di sana.
Sekarang saya yang akan mengarad (menarik) Jiwa
- putra Mpu, agar segera pulang kembali. Namun,
Mpu saya minta sarinya susu lembu, sebagai imbalan
saya mengarad putra sang Mpu". Demikian
wacana Ida Bhatara Nagaraja, seraya meminta
Ida Mpu Bekung agar pulang ke rumahnya .
Singkat ceritera. pulanglah
Ida Mpu memohon diri dari Tohlangkir. Tidak
diceriterakan perjalanan beliau, maka sampailah
beliau kembali di rumahnya di Griya Daha, dan
dilihatnya sang putera telah berada di rumah.
ltu sebabnya sangat sukacita beliau Mpu Bekung,
seraya berkata: "Duh, putraku Sang Bang,
dengarkanlah apa yang ayah katakan sekarang.
Jangan lagi ananda mengulangi perbuatan yang
sudah - sudah. Ayah tidak sama sekali melarang
ananda untuk bermain judi, namun agar ananda
ingat juga dengan rumah Ananda. Payah Ayah mencari
ananda keluar masuk desa-desa".
Kemudian berkatalah putranya:
"Singgih palungguh Mpu, ayahandaku, janganlah
sekali-kali palungguh Mpu marah serta duka ananda
sudah menginjak dewasa sejak dahulu, ananda
tidak pernah sama sekali berani ingkar, karena
ananda ingin sekali dengan keberadaan diri sebagai
seorang putra Brahmana". Demikian kata
putranya Sang Bang Manik Angkeran,
Setelah usai Ida Mpu Bekung
memberikan nasihat kepada putranya, ingat beliau
kepada permintaan Ida Bhatara Naga Basukih yang
menginginkan susu lembu
Pada hari yang baik. lengkap
dengan gentanya, beliau melakukan perjalanan
menuju Tohlangkir. Sesampainya di Tohlangkir,
kemudian beliau mempersiapkan diri dan melakukan
yoga semadi memuja Ida Sanghyang Nagaraja seraya
membunyikan genta beliau. Karena kemakbulan
weda mantra beliau memuja Ida Sanghyang Naga
raja, segera Ida Bhatara keluar seraya bersabda:
"Ah, Mpu Bekung yang datang
Apa keinginan sang Mpu datang
lagi?".
Kemudian berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih pukulun Sanghyang, hamba menghadap pada paduka Bhatara, bermaksud menghaturkan sarinya susu, sesuai dengan keinginan Sanghyang. Anak hamba sudah ketemu, ada di rumah". Tatkala didengarnya kata-kata Mpu Bekung seperti itu, sangat sukacita perasaan Ida Bhatara Basukih seraya berganti rupa menjadi Nagaraja Agung, kemudian meminum sarinya susu, sampai beliau kenyang.
Kemudian berkatalah Ida Mpu Bekung: "Singgih pukulun Sanghyang, hamba menghadap pada paduka Bhatara, bermaksud menghaturkan sarinya susu, sesuai dengan keinginan Sanghyang. Anak hamba sudah ketemu, ada di rumah". Tatkala didengarnya kata-kata Mpu Bekung seperti itu, sangat sukacita perasaan Ida Bhatara Basukih seraya berganti rupa menjadi Nagaraja Agung, kemudian meminum sarinya susu, sampai beliau kenyang.
Setelah beliau kenyang meminum
susu lembu itu, seraya berbalik, beliau mengeluarkan
emas, saat itu diminta Ida Mpu Bekung agar mengambil
emas itu.
Singkat ceritera, setelah beliau
mengambil emas itu yang kemudian dibungkus sebesar
kelapa besarnya, lalu beliau memohon diri kepada
Ida Sanghyang Basukih Tidak diceriterakan perjalanan
Ida Mpu Bekung, akhirnya tiba jugalah beliau
di Griya Daha seraya membawa emas. Diketahui
emas itu oleh putranya. Ida Bang Manik Angkeran
yang gencar bertanya, meminta kepada ayahandanya
agar diberi tahu di mana memperoleh emas itu
Ida Mpu Bekung sangat merahasiakan
perihal kepergian beliau mendapat emas itu.
Putra beliau tetap saja gencar mencari tahu.
Lalu Ida Mpu berkata kepada putranya. "Aduh
ananda, jangan hendaknya ananda gencar bertanya
seperti itu akan perihal ayah mendapat emas
ini. Kalau ada keinginan ananda untuk mengambil,
Ayahanda berikan". Walaupun demikian kasih
sayang beliau kepada putranya, tetap saja Sang
Bang memohon kepada ayahandanya untuk diberi
tahu di mana memperoleh emas itu Karena tidak
sampai hati dan rasa kasih sayang yang amat
sangat, lalu Ida Mpu memberitahukan perihal
beliau mendapatkan harta itu.
Karena sekarang sudah memiliki
emas, maka pergilah Ida Bang Manik Angkeran
bermain judi. Mungkin memang sudah menjadi kehendak
Yang Maha Kuasa, sehari-harinya beliau selalu
kalah berjudi. Akhirnya tidak sampai satu bulan
habislah sudah emas yang diberikan ayahandanya
dijual, dipakai modal di tempat perjudian.
Karena keadaannya demikian,
lalu beliau berpikir keras, dan kemudian Ingat
beliau pada perjalanan ayahandanya mendapatkan
emas itu, yang merupakan anugerah dari Bhatara
di Tohlangkir. Segera beliau pulang, tetapi
secara sembunyi - sembunyi agar tidak diketahui
ayahandanya, beliau bertolak menuju Tohlangkir
seraya membawa susu lembu, serta genta milik
ayahandanya, Ki Brahmara.
Tidak diceriterakan
perjalanannya, sampailah beliau di Tohlangkir,
di depan gua. Lalu beliau duduk mengheningkan
cipta, memuja Dewa, seraya membunyikan genta.
Rupanya pemujaan beliau yang
khusuk, serta diiringi dengan bunyi genta yang
Utama itu, membuat geger, keluar Bhatara Naga
Basukih dari gua itu seraya berkata "Ah
siapa anda ini datang, segera katakan !".
Segera Ida Bang Manik Angkeran
menyembah: "Singgih paduka Sanghyang, hamba
bernama Sang Bang Manik Angkeran. Hamba mengikuti
jalan Ayahanda hamba, menghaturkan sarinya susu
lembu ke hadapan paduka Sanghyang. "Demikian
hatur beliau. Karena demikian, sangat sukacitalah
perasaan Ida Bhatara Basukih. Lalu diminumlah
susu itu, setelah berganti rupa menjadi ular
naga besar berwibawa, seraya meminum susu itu.
Seusai meminum susu itu, bersabdalah beliau
kepada Ida Bang Manik Angkeran: "lh, Sang
Bang, sekarang apa yang kamu inginkan, apapun
yang ananda minta akan kuberikan ."
Berkatalah Ida Bang Manik Angkeran:
"Singgih paduka Bhatara, hamba bermaksud
untuk memohon modal, nista sekali hamba berjudi,
selalu kalah setiap hari ".
Saat itu Ida Bhatara Basukih
mengambil emas, bagaikan sebutir kelapa besarnya.
diberikan kepada Ida Bang Manik Angkeran, seraya
bersabda: "Ambillah emas ini, segera ananda
pulang, poma, poma". Lalu diambil emas
itu, disertai sembah bakti sekaligus memohon
pamit ke hadapan Ida Bhatara Nagaraja.
Singkat ceritera. tibalah Ida
Bang Manik Angkeran kembali di rumah di Griya
Daha, menyimpan genta saja, lalu beliau pergi
lagi untuk bermain judi. Atas kehendak Hyang
Widhi, tidak sampai satu bulan, habis juga modalnya,
itu sebabnya kembali beliau mengelana, berhutang
di perjudian tidak dapat, meminjam tidak diberi.
Karena itu, lalu beliau mengambil lagi genta
milik ayahandanya, seraya mencari sarinya Susu
lembu, dan menyengkelit pedang yang bernama
Ki Gepang, lalu segera menuju Tohlangkir.
Setibanya beliau di Tohlangkir,
lalu beliau duduk seperti yang dilakukan sebelumnya,
mengheningkan cipta, memuja Dewa, serta membunyikan
gentanya. Karena genta itu betul-betul genta
utama, gegerlah Ida Sanghyang Basukih ke luar
guanya seraya bersabda: "Ah Sang Bang Manik
Angkeran kiranya yang datang. Datang lagi ananda
membawa susu. Apa lagi permintaanmu, katakan,
semaumu akan kuberikan".
Karena kewibawaan Ida Bhatara
Basukih demikian mempesona dan menggetarkan
perasaan, menjadi tak enak perasaan Ida Sang
Bang, lalu mengatakan tidak memohon apa-apa.
Karena demikian kata Ida Sang Bang, lalu Ida
Bhatara berganti rupa kembali menjadi ular naga
yang besar, seraya meminum susu lembu tersebut
Setelah menyantap susu lembu itu, Ida Bhatara
kembali ke gua . Karena beliau berbadan panjang,
ketika bagian kepala beliau sudah tiba di tempat
peraduan, maka bagian ekor beliau masih berada
di luar gua. Dilihat oleh Ida Bang Manik Angkeran
ekor Ida Bhatara menyala karena di tempat itu
terdapat intan besar bagai ratna mutu manikam
beralaskan emas dan mirah yang menyala gemerlapan.
Ketika itulah muncul rasa angkara
loba Ida Bang Manik Angkeran, disusupi oleh
niat tamak untuk memiliki permata itu. Lalu
beliau menghunus pedang Ki Gepang yang dibawanya
segera memenggal ekor Ida Sanghyang Nagaraja,
sehingga terputus mata intan yang ada di bagian
ekor yang segera diambil dan dilarikan oleh
Ida Manik Angkeran.
Karena demikian tingkah Sang
Bang Manik Angkeran, tak terkira murka Ida Bhatara
Nagaraja, sebab merasa ekor beliau terluka,
lalu beliau kembali bergerak ke luar gua. Dilihat
oleh beliau busana beliau dilarikan oleh Ida
Bang Manik Angkeran
Segera beliau menyemburkan
api, yang mengikuti arah perjalanan Ida Bang
Manik Angkeran yang kemudian terbakar habis
menjadi abu. Tempat itu belakangan bernama Cemara
Geseng dan menjadi lokasi Pura Manik Mas Besakih.
Sementara itu permata milik Ida Bang Manik Angkeran
ditempatkan sebagai pusaka junjungan di Pura
Dalem Lagaan, Bebalang, Bangli.
Diceriterakan Ida Mpu Bekung
gundah perasaan beliau, karena putranya tidak
pernah pulang ke rumah. Desa-desa diselusuri
mencari putranya, namun tiada juga ditemukan.
Segera beliau mengheningkan cipta. Karena kesaktian
beliau, terlihat oleh beliau putranya sudah
menjadi abu. Segera beliau pergi menuju Bali,
Besakih yang ditujunya, berkehendak mengikuti
perjalanan putranya. Tidak diceriterakan di
jalan tibalah beliau di Besakih. Di sana beliau
melihat onggokan abu, sementara buah genta berada
di sebelah abu itu. Segera diketahui dengan
jelas, bahwa genta itu adalah milik beliau yang
bernama Ki Brahmara. Jelas sudah abu itu merupakan
jasad putranya. Di sana beliau kemudian menumpahkan
rasa duka-citanya, seraya berpikir-pikir, jelas
meninggalnya Ida Bang Manik Angkeran disebabkan
perbuatannya yang tak terpuji, disembur api
oleh Ida Sanghyang Nagaraja. Kemudian diambilnya
genta Ki Brahmara yang sakti itu.
Karena sudah jelas diketahui,
maka beliau kemudian melanjutkan perjalanan
berkehendak untuk menghadap Ida Sanghyang Basukih.
Setibanya di depan gua, seperti sebelumnya,
beliau kemudian duduk melakukan pemujaan utama
memohon ke hadapan Ida Sanghyang Basukih.
Lama sudah beliau melakukan
pemujaan. Lama beliau menunggu, tidak juga keluar
Ida Sanghyang Basukih, disebabkan demikian besar
amarahnya, ingat diperdaya oleh suara genta.
ltu sebabnya beliau Mpu Bekung
melanjutkan lagi pujastutinya dengan mengujarkan
Asta Puja, Basukih Stawa dan Utpeti, Stiti Mantra
diiringi dengan suara genta beliau. Karenanya,
barulah Ida Bhatara keluar dan dilihatnya Ida
Mpu ada di sana yang kemudian merangkul, seraya
menghaturkan sembah panganjali agar Ida Bhatara
memberikan anugrah dan berkata: "Om paduka
Bhatara, ampunilah anak hamba. Tahu betul hamba
akan perbuatan anakku yang demikian tak berbudi
dan tak terpuji. Bila mana berkenan, sudilah
Bhatara menceriterakan perbuatan anak hamba
itu . Lama Ida Bhatara berdiam diri. Mukanya
cemberut, menunjukkan kekesalan perasaannya
yang tak terhingga. Namun, karena Ida Sang Mpu
sudah memohon maaf dengan tulus dan suci, maka
Ida Bhatara berkata perlahan. Menceriterakan
segala perbuatan yang dilakukan Ida Sang Bang
Manik Angkeran yang mengatakan diutus oleh Sang
Mpu untuk menghaturkan susu lembu, sampai akhirnya
dihanguskan menjadi abu oleh beliau.
Mana kala Ida Mpu mendengar
ceritera Ida Bhatara, meleleh air mata Ida Sang
Mpu Bekung, dan sesudah Ida Bhatara selesai
bersabda, beliau kemudian kembali menghaturkan
sembah seraya berkata: "Singgih pukulun
paduka Bhatara, demikian memang dosa anakku
itu, namun rupanya dia sudah menjalani kematian,
habis sudah dosanya. Inggih, hamba sekarang
memohon anugerah pukulun Bhatara, sudilah kiranya
paduka Bhatara menghidupkan kembali Manik Angkeran,
karena dialah anak hamba satu-satunya, sebagai
pewaris keturunan yang akan melanjutkan keberadaan
hamba kelak. Bila mana dia nanti hidup kembali,
hamba akan menyerahkan dirinya kepada paduka
Bhatara, agar menghamba di sini sampai kelak
kemudian hari".
Mendengar hatur Ida Sang Mpu
Bekung sedemikian itu, merasa sedikit malu Ida
Bhatara seraya bersabda: "Ah, Sang Mpu,
bila demikian permintaanmu, aku dengan suka
rela menghidupkan anakmu, namun agar sudi kiranya
Sang Mpu menyambung kembali ekorku".
Lalu menyembah Mpu Bekung:
"Singgih paduka Sanghyang, bila demikian
keinginan paduka hamba bersedia untuk menyambung
kembali ekor paduka Bhatara: Namun, sebelumnya,
maafkanlah hamba berani berhatur sembah bila
mana paduka Bhatara berkenan, permata intan
yang sebelumnya berada di ekor paduka, sebaiknya
ditempatkan saja di bagian mahkota paduka Bhatara,
karena akan nampak sangat maha utama, dan pula
mereka yang jahat tidak akan tergoda untuk ingin
memilikinya Dan juga bila mana masih di bagian
ekor, di samping terlihat nista, juga membuat
paduka Bhatara tidak bisa terbang karena keberatan
di bagian ekor".
Demikian sukacita perasaan
Ida Sanghyang Nagaraja tatkala mendengar hatur
Ida Mpu Bekung. Setelah usai bertemu wirasa,
lalu Sang Mpu melaksanakan yoga samadhi menghaturkan
puja mantra, menyatukan batin beliau memuja
Ida Bhagawan Wiswakarma sebagai Dewanya sangging
dan undagi (pekerja khusus bangunan tradisional)
di Surga.
Seusai sempurna pujastuti serta
permohonan beliau, segera beliau membuat gelung
mahkota, dengan hiasan candi kurung, garuda
mungkur, dengan anting anting, bergundala dan
memakai sekar taji. Demikian indahnya memang
kalau dilihat
Singkat ceritera, selesai sudah
gelung agung itu, kemudian dipakai oleh Ida
Bhatara. Memang, demikian menakjubkan. Nampak
semakin mempesona prabawa Ida Bhatara, dan juga
beliau sekarang bisa terbang. Demikian sukacita
hati Ida Bhatara Nagaraja
Karena itu, segera pula Ida
Bhatara menghidupkan jasad Sang Bang Manik Angkeran,
didahului dengan pujastuti weda mantra. Perlahan,
Ida Sang Bang Manik Angkeran bangun, seperti
baru habis tidur layaknya, hidup seperti semula,
dan ketika sadar, beliau cepat lari. Tempat
itu kemudian bernama Pura Bangun Sakti.
Segera Ida Sang Bang diikuti
oleh ayahandanya, kemudian dipegang dan diajak
untuk menghadap Ida Bhatara Hyang Basukih. Sesuai
perjanjian, maka Ida Sang Bang Manik Angkeran
dihaturkan kepada Ida Bhatara untuk mengabdi
di Basukih sampai kelak di kemudian hari.
Demikian suka citanya beliau
berdua, karena semuanya sudah berhasil, disebabkan
kesaktian beliau masing-masing. Ida Sang Nagaraja
sudah menghidupkan kembali Ida Sang Bang Manik
Angkeran. Juga Ida Mpu Bekung demikian saktinya
bisa menyambung kembali ekor Ida Bhatara Nagaraja.
Ida Mpu Bekung kemudian menghaturkan sembah
terimakasih kepada Ida Sanghyang Basukih. Ida
Sanghyang Basukih kemudian bersabda: "Duh,
Mpu Bekung, memang demikian saktinya anda ini.
Pantas anda bergelar Siddhimantra. demikian
sakti dan makbulnya japa - mantra anda. Sejak
sekarang, tidak lagi Mpu Bekung nama anda, namun
Danghyang Siddhimantra nama anda sang pandita.
Silakan, pulanglah sahabat karibku, semoga Dirgahayu,
panjang usia anda !" lalu Ida Sanghyang
Nagaraja terbang menuju Surga Loka. Sejak saat
itu Ida Mpu Bekung bergelar Danghyang Siddhimantra.
Sebelum Ida Danghyang Siddhimantra
kembali ke Griya Daha, tidak lupa beliau memberikan
petuah kepada putranya Ida Sang Bang Manik Angkeran:
" Uduh mas juwita permata hati ayah, engkau
anakku Manik Angkeran. Ananda akan ayah tinggal
sekarang ini. Sebab Ayahanda akan kembali ke
Jawa. l Dewa akan ayahanda haturkan kepada Ida
Sanghyang Basukih, sesuai dengan janji ayah
kepada Ida Bhatara. Mungkin ananda belum jelas
tahu perihal keberadaan ananda sendiri yang
sebelumnya dihanguskan oleh Ida Bhatara sampai
habis menjadi abu, disebabkan karena marah beliau
tak terhingga, perilaku ananda sungguh tak terpuji,
memenggal ekor Ida Bhatara. Lalu ayahandamu
ini memohon kepada Ida Bhatara, agar beliau
dengan senang hati menghidupkan kembali ananda,
dengan janji, kalau ananda bisa hidup kembali,
ananda akan ayah haturkan kepada Ida Bhatara
untuk mengabdi di sini di Besakih. Selain itu,
kalau ananda kembali ke Jawa, jelas perilaku
ananda akan kembali seperti yang sudah-sudah,
sebab lingkungan ananda di sana sudah demikian
rupa. Diamlah dan tinggal ananda di sini, ayahanda
akan kembali ke Jawa. Jangan ananda salah terima
dan salah paham, sebab sebenarnya, perihal perasaan
ayahanda dan kasih sayang ayahanda kepada ananda,
tidak pernah kurang sejak dahulu sampai kapanpun.
Ada petuah ayahanda ini yang sangat Penting,
agar diteruskan dharma bakti ananda ke hadapan
Ida Bhatara di sini di Tohlangkir, Besakih.
Jangan sampai menurun, sebab kalau demikian,
menjadi ingkar ayahanda dengan janji ayahanda,
sangat nista disebut orang. Kemudian ada lagi
nasehat ayahanda, sebab ananda sudah pernah
pralina atau wafat menjadi abu kemudian disucikan
menjadi hidup kembali, hidup untuk keduakalinya,
berdwijati namanya, sekarang ananda berwenang
menjadi pendeta, agar ananda senantiasa menyelenggarakan,
mengatur dan memimpin penyelenggaraan segenap
upakara dan upacara di sini di Besakih. Juga
agar ananda mengatur semua masyarakat umat di
seluruh Bali, agar semakin meningkat bhakti
dan sradha imannya, kepada Ida Bhatara serta
kepada sthana Ida Bhatara semuanya".
Ida Sang Bang Manik Angkeran
mengiakan semua yang disampaikan oleh ayahandanya.
Di samping petuah tersebut, Ida Sang Bang juga
diberikan pengetahuan suci yang memberikan wewenang
Ida Sang Bang untuk mengucapkan weda mantra,
menyelesaikan upacara, di samping diberikan
pengetahuan kerohanian daya kebathinan yang
tinggi.
Seusai Ida Sang Bang Manik
Angkeran mendapat pengetahuan suci dan kerohanian,
beliau ditinggalkan oleh ayahandanya yang kemudian
melakukan perjalanan pulang kembali ke Jawa.
Tidak diceriterakan perjalanan
beliau, tibalah beliau di tanah genting - tempat
perbatasan antara Jawa dan Bali. Di sana beliau
termenung -menung. teringat beliau akan kelakuan
putranya yang tak senonoh. ltu sebabnya timbul
kekhawatiran dalam perasaan beliau. seandainya
Ida Sang Bang Manik Angkeran kembali lagi ke
Jawa, sehingga beliau berkeinginan mengupayakan
bagai mana caranya agar putranya tidak bisa
lagi kembali, sebab janji beliau sudah demikian
pasti. ltu sebabnya kawasan itu akan diubah
agar menjadi laut. Di sana kemudian beliau menggelar
yoga semadinya. Menyatukan batinnya, memuja
Bhatara di pegunungan agar berkenan dan tidak
beliau menjadi kualat. Sudah bersatu pikiran
beliau dan juga sudah mendapatkan ijin anugrah,
lalu tanah genting itu digores dengan tongkat
beliau. Bergetar dengan dahsyat kawasan Bali
dan Jawa, lindu dan gempa terjadi, kilat dan
halilintar bertubi - tubi ! Terpisah dan putuslah
kawasan Bali dengan Jawa ! Laut memisahkan keduanya.
Lalu laut itu dinamakan dengan Segara Rupek.
Tidak terhingga sukacita Dang Hyang Siddhimantra.
karena yakin putranya tidak akan bisa kembali
lagi ke Jawa. Lalu beliau kembali pulang ke
Griya Daha di Jawa.
Bersambung ke Babad Manik Angkeran II
0 komentar:
Posting Komentar