Senin, 29 Oktober 2012

Panca Yadnya

 

  1. Dewa Yadnya, persembahan suci kepada Ida Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa dan para dewa sebagai manifestasi Beliau.
  2. Rsi Yadnya, rasa hormat pada para rsi / guru.
  3. Manusia Yadnya, penyucian secara spiritual terhadap manusia.
  4. Pitra Yadnya, persembahan pada leluhur.
  5. Bhuta Yadnya, persembahan untuk menjaga keseimbangan, keharmonisan dan kelestarian alam semesta ini.
Demikian dikutip dari artikel Bhakti Yoga Hindu Bali yang ditulis dalam artikel Forum Diskusi Jaringan Hindu Nusantara di Facebook (ref1).
Dalam kutipan artikel tersebut juga dijelaskan bahwa, hidup ini adalah pilihan, mau kemana dan jadi apa diri kita sendirilah yang menentukan. Karena semua mahluk dan keseluruhan jagat ini diatur oleh hukum karma dan hukum rta.

Kalau tindakan kita sehari-hari penuh dengan hal-hal yang baik, maka hal-hal yang baik juga yang akan datang kepada kita, kalau tindakan kita sehari-hari tidak baik, maka hal-hal yang tidak baik juga yang akan datang kepada kita.
Kita harus selalu ingat bahwa menjadi penganut Hindu Dharma itu sakral, karena sejak lahir sampai mati tidak terhitung banyaknya upakara yang dibikin untuk diri kita hanya untuk membuat kita jadi baik. Mulai dari bayi baru lahir di Rumah Sakit, bayi pulang sampai di rumah, 12 hari, 3 bulan, 6 bulan, otonan, dst—nya.

Dan satu-satunya hal yang dapat membuat kesakralan ini menyala terang dalam kesempurnaan adalah, kalau di dalam bathin dan di dalam keseharian kita juga baik.

Upacara Panca Yadnya – dalam kehidupan masyarakat Bali Hindu (
ref2)
Sesuai dengan agama dan tradisi di Bali, masyarakat Bali Hindu sesungguhnya manusia yang penuh ritual agama yang terbungkus dalam Panca Yadnya.

Ritual agama itu dilakukan terhadap manusia Bali Hindu dari sejak dalam kandungan, dari lahir sampai menginjak dewasa, dari dewasa sampai mulih ke tanah wayah (meninggal).

Pemberkahan demi pemberkahan dilakukan untuknya dengan segala bebantenan serta mantra-mantranya agar munusia Bali Hindu itu menjadi manusia yang berbudi luhur atau memiliki sifat kedewataan di mayapada ini dan bisa amoring acintya dengan Sanghyang Widhi di alam vaikunta (alam keheningan).

Inilah daftar ritual agama yang dilakukan manusia Bali Hindu sesuai dengan tradisi di Bali:
  • Manusa Yadnya
  • Pegedong-gedongan, dilakukan saat kehamilan berumur 175 hari ( 6 bulan kalender). Upacara pertama sejak tercipta sebagai manusia.
  • Bayi Lahir, upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.
  • Kepus Puser, bayi mulai diasuh Hyang Kumara.
  • Ngelepas Hawon, dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.
  • Kambuhan, upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan tempat suci pemrajan.
  • Nelu Bulanin / Nyambutin, upacara tiga bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatma sang bayi benar-benar berada pada raganya.
  • Otonan (Oton Tuwun), upacara saat pertama bayi menginjakan kakinya pada Ibu Pertiwi (210 hari).
  • Tumbuh Gigi, mohon berkah agar gigi si bayi tumbuh dengan baik.
  • Meketus, si anak sudah tidak lagi diasuh Hyang Kumara (tidak lagi mebanten di pelangkiran Hyang Kumara)
  • Munggah Daha / raja sewala, upacara menginjak dewasa, saat-saat merasakan getaran asmara.
  • Potong Gigi/metatah, simbolis pengendalian Sad Ripu.
  • Upacara Perkawinan,  
    • medengen-dengenan (mekala-kalaan), 
    • natab.
  • Pitra Yadnya,
  • Upacara Ngaben/Palebon, pengembalian panca maha buta.
  • Upacara Nyekah/Malagia – Atma Wedana yang dilanjutkan dengan ngelingihin Betara Hyang di merajan.
  • Dewa Yadnya,
    • Upacara Piodalan di Pura / Merajan
  • Butha Yadnya,
    • Pecaruan – memohon ketentraman alam semesta / Bhuwana Agung
Semua upacara di atas disertai dengan bebantenan sesuai dengan fungsi atau peruntukannya.

Jika semua upacara itu bisa diterapkan sesuai dengan aturannya, maka manusia Bali diharapkan menjadi manusia yang memiliki sifat yang mengarah kesifat kedewataan, pergerakan perilaku dari tamasik - rajasik mengarah ke rajasik-satwika atau bahkan pada satwika.

Perputaran perilaku itu dapat dihasilkan dari begitu dalam makna tahap demi tahap ritual agama itu utk menghantarkan menjadi manusia yang bersifat rajasik-satwika atau satwika dari getaran-getaran energi positif getaran bebantenan dan mantra-mantranya secara sinergistik.

0 komentar:

Posting Komentar