Upacara Panca Yadnya – dalam kehidupan masyarakat Bali Hindu
Sejarah menyatakan, bahwa pada
jaman dahulu kala di wilayah Nusantara Indonesia telah berdiri
Kerajaan-Kerajaan Besar seperti salah satu di antaranya adalah Kerajaan
Majapahit yaitu sebuah Kerajaan penganut Agama Hindu yang merupakan
Kerajaan terbesar yang bisa menyatukan seluruh wilayahnya sampai ke
Madagaskar.
Pada jaman itu sudah ada hubungan dagang dengan negara Luar Negeri terutama dengan Negeri Campa, yang saat ini Negara Cina.
Kerajaan ini bertempat di Jawa
Timur, yang pada jaman keemasannya dipimpin oleh seorang Raja yang
bernama Hayam Wuruk dengan Patihnya bernama Gajah Mada.
Pada jaman itu perkembangan
budaya yang berlandaskan Agama Hindu sangat pesat termasuk di Daerah
Bali dan perkembangan terakhir menunjukkan bahwa para Arya dari Kerajaan
Majapahit sebagian besar hijrah ke Bali dan di Daerah ini para
Arya-Arya tersebut lebih memantapkan ajaran-ajaran Agama Hindu sampai
sekarang.
Masyarakat Hindu di Bali dalam
kehidupan sehari-harinya selalu berpedoman pada ajaran Agama Hindu
warisan para lelulur Hindu di Bali terutama dalam pelaksanaan upacara
ritual dalam Falsafah Tri Hita Karana. Arti kata Tri Hita Karana yakni Tiga keharmonisan yang menyebabkan adanya kehidupan, diantaranya:
- Parhyangan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan
- Pawongan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia
- Palemahan, hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam
Dalam pelaksanaannya tetap berlandaskan Tatwa (aturan/kitab suci), Susila (kebiasaan) dan Upacara. dalam kegiatan Upacara Keagamaan berpatokan pada Panca Yadnya.
Yang dimaksud dengan Panca Yadnya adalah : Panca artinya lima dan
Yadnya artinya upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan
Tuhan yang dalam istilah Bali masyarakat Hindu menyebutkan Ida Sanghyang
Widi Wasa.
Adapun pelaksanaan Panca Yadnya terdiri dari :
- Dewa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para dewa-dewa.
- Butha Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan unsur-unsur alam.
- Manusa Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kepada manusia.
- Pitra Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas bagi manusia yang telah meninggal.
- Rsi Yadnya, yaitu upacara persembahan suci yang tulus ikhlas kehadapan para orang suci umat Hindu.
kegiatan Yadnya ini didasari oleh Tri Rna yaitu tiga hutang yang mesti dibayar sehubungan dengan keberadaan kita. adapun tri rana tersebut adalah
- Dewa Rna, hutang kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai para dewata yang telah memberikan anungrahnya kepada setiap mahluk.
- Pitra Rna, hutang kepada para leluhur termasuk orang tua, sehubungan dengan kelahiran kita serta perhatiannya semasahidup.
- Rsi Rna, hutang kepada para sulinggih, pemangku dan para guru lainya atas bimbingannya selama ini.
hutang – hutang tersebut kemudian
dibayar dengan yadnya, yang kemudian diaplikasikan dengan Panca Yadnya.
adapun cara pembayaran tersebut adalah:
- Dewa Rna, dibayar melalui Dewa Yadnya dan Bhuta Yadnya.
- Pitra Rna, dibayar dengan Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.
- Rsi Rna, dibayar melalui Rsi Yadnya.
Sesuai dengan agama dan tradisi
di Bali, masyarakat Bali Hindu sesungguhnya manusia yang penuh ritual
agama yang terbungkus dalam Panca Yadnya. Ritual agama itu dilakukan
terhadap manusia Bali Hindu dari sejak dalam kandungan, dari lahir
sampai menginjak dewasa, dari dewasa sampai mulih ke tanah wayah
(meninggal).
Pemberkahan demi pemberkahan
dilakukan untuknya dengan segala bebantenan serta mantra-mantranya agar
munusia Bali Hindu itu menjadi manusia yang berbudi luhur atau memiliki
sifat kedewataan di mayapada ini dan bisa amoring acintya dengan
Sanghyang Widhi di alam vaikunta (alam keheningan).
Inilah daftar ritual agama yang dilakukan manusia Bali Hindu sesuai dengan tradisi di Bali:
- Pegedong-gedongan - dilakukan saat kehamilan berumur 175 hari ( 6 bulan kalender). Upacara pertama sejak tercipta sebagai manusia.
- Bayi Lahir - upacara angayu bagia atas kelahiran. Perawatan terhadap ari-ari si bayi.
- Kepus Puser - bayi mulai diasuh Hyang Kumara.
- Ngelepas Hawon - dilaksanakan pada bayi berumur 12 hari.
- Kambuhan - upacara bulan pitung dina (42 hari), perkenalan pertama memasukkan tempat suci pemrajan.
- Nelu Bulanin/Nyambutin - upacara tiga bulanan (105 hari), penekanannya agar jiwatma sang bayi benar-benar berada pada raganya.
- Otonan (Oton Tuwun) - upacara saat pertama bayi menginjakan kakinya pada Ibu Pertiwi (210 hari).
- Tumbuh Gigi - mohon berkah agar gigi si bayi tumbuh dengan baik.
- Meketus - si anak sudah tidak lagi diasuh Hyang Kumara (tidak lagi mebanten di pelangkiran Hyang Kumara)
- Munggah Daha / raja sewala - upacara menginjak dewasa, saat-saat merasakan getaran asmara.
- Potong Gigi/metatah - simbolis pengendalian Sad Ripu.
- Mawinten - mohon waranugraha utk mempelajari ilmu pengetahuan.
- Upacara Perkawinan - (a) medengen-dengenan (mekala-kalaan), (b) natab.
- Upacara Ngaben/Palebon - pengembalian panca mahabuta.
- Upacara Nyekah/Malagia - Atma Wedana yang dilanjutkan dengan ngelingihin Betara Hyang di pemrajan.
- Upacara Piodalan dan Pecaruan – memohon ketentraman alam
Semua upacara di atas disertai
dengan bebantenan sesuai dengan fungsi atau peruntukannya. Daftar ritual
agama di atas menunjukkan bahwa manusia Bali Hindu secara tradasi penuh
dengan ritual agama. Seolah-olah tiada hidup tanpa ritual agama baik
pada dunia maya ini maupun pada dunia akhirat (sekala dan niskala).
Jika semua upacara itu bisa
diterapkan sesuai dengan aturannya, maka manusia Bali diharapkan menjadi
manusia yang memiliki sifat yang mengarah kesifat kedewataan,
pergerakan perilaku dari tamasik- rajasik mengarah ke rajasik-satwika
atau bahkan pada satwika. Perputaran perilaku itu dapat dihasilkan dari
begitu dalam makna tahap demi tahap ritual agama itu utk menghantarkan
menjadi manusia yang bersifat rajasik-satwika atau satwika dari
getaran-getaran energi positif getaran bebantenan dan mantra-mantranya
secara sinergistik.
Dari sekian banyak upacara yang
mesti dilakukan, sudah pasti ada variasi penerapannya dalam dunia modern
ini dimana manusia termasuk manusia Bali Hindu kena imbas dalam
memaknai hidup secara budaya modern. Sepertinya sangat jarang yang
menuruti 100% upacara itu, atau bahkan masih banyak yang menerapkannya
100%?
Walaupun demikan manusia Bali
masih mendapat penghormatan sebagai manusia dalam pergaulan dalam peran
sebagai mahluk sosial. Bahkan ada kesan bahwa orang Bali itu dapat
menyejukkan jika bersentuhan dalam berinteraksi sosial dengan mahluk
homo sapien di jagat raya ini.
Adakah dampak spiritual dari ritual agama itu terhadap pembentukan manusia Bali Hindu?
Lepas permasahanannya ya/tidak, yang jelas demikian sebenarnya sosok manusia Bali sesuai dengan tradisi Bali Hindu di Bali.
Demikian Upacara Yadnya yang
dilaksanakan oleh Umat Hindu di Bali sampai sekarang yang mana semua
aktifitas kehidupan sehari-hari masyakat Hindu di Bali selalu didasari
atas Yadnya baik kegiatan dibidang sosial, budaya, pendidikan, ekonomi,
pertanian, keamanan dan industri semua berpedoman pada ajaran-ajaran
Agama Hindu yang merupakan warisan dari para leluhur Hindu di Bali.
1 komentar:
http://soundcloud.com/user122589206/yadnya-sate-lilit
Lagu mengupas tentang Yadnya.
G, Bm, C, D,
Yening saja irage meagama
G Bm C D
Boyo je tuah liu nawang mantra
Em Bm C D
pari solahhe sane utama
G Bm C D
Panca Srada angon tuntunan
Em Bm C D
Anggen dasar nyalanang suwa Dharma,
G Bm C D G
G, D, C , G
Yening saja irage meyadnya
G Bm C D
Boyo je tuah pegedenin banten
Em Bm C D
tetujon yadnya sane utama
G Bm C D
Artha brana anggon tetimbang
Em Bm C D
Ampunang ja me yadnya kanti negen utang
G Bm D C G
Reff 1
G
Ngae Resepsi nyaga gengsi,
Am Bm C D
Ngundang wayang meliyang-liyang
Em Bm C D
Ngelawar kelungah medasar jengah
Am Bm C D
Nyate Lilit utange ngelilit
Em Bm C C
Reff 2
Menyadnya sate lilit
G D C D
Pragat meyadnya utange ngelilit
Am Bm C D
Menyadnya sate lilit
G D C D
Pragat meyadnya utange ngelilit
Am Bm C G
Posting Komentar