Pada episode kali ini, tim ista dewata mengajak anda berdarma yatra ke
Pura Dalem Sidhakarya Peraupan Denpasar. Pura Dalem Sidhakarya peraupan
ini terletak di Desa Pakraman Peraupan, peguyangan kangin, kecamatan
Denpasar utara.Secara letak atau administratif, Pura Dalem Sidhakarya
peraupan terletak di lingkungan banjar bantas, jalan antasura gang
batusari. Pada ketinggian tujuh meter dari permukaan laut. Pura ini
dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor atau mobil, sekitar 4 kilometer
dari pusat kota Denpasar.
Sejarah Pura Dalem Dalem Sidhakarya Peraupan Denpasar ini menceritakan
kedatangan Patih Gajah dari Majapahit untuk menyerang Bali.
Diceritakan Si Arya Panji ingin pergi ke Den Bukit, yang diiringi
Bendesa abian Tiing. Setibanya di Den Bukit, Arya Panji berpesan kepada
warga Den Bukit agar siap siaga, karena musuh dari Majapahit sudah
tiba di Bali, hutan yang di pergunakan sebagai tempat perunding ini
dinamai Alas Panji.
Lalu Si Arya Panji kemudian bertolak ke selatan menuju Batur, di
wilayah selatan Batur beliau berpesan kepada kerabatnya semua tentang
keberadaan Pasukan Gajah Mada di Tianyar dan menuju Bukit Jimbaran. Di
Pondok Bendesa abian Tiing tersebut kelak menjadi Desa Kutuh dan tempat
Arya Panji menerangkan kedatangan musuh dari Majapahit, kelak akan
menjadi Pura Nataran.
Beberapa saat kemudian Si Arya panji mendapat informasi bahwa peperangan
telah berlangsung sengit di hutan Jarak, mayat bertumpuk tumpuk
seperti gunung, tempat peperang sengit itu, jika kelak menjadi sebuah
desa supaya bernama desa Bangkali atau Bangli. Dan Si Arya Panji
berniat pulang ke puri Semanggen Dalem Tukuwub atau batu kuub. Di
tengah perjalanan, beliau bertemu dengan prajurit dari bukit, yakni I
Patih Tambiak mengungsi ke Batur yakni di Panarajon. Warga tersebar ke
mana mana ada di Batu Bongkang ada di Genian ada di Peraupan. Patih
Tambiak menyembunyikan diri di pegunungan.
Sekarang dikisahkan Arya Panji mengungsi ke tempat ayahnya moksa, yakni
Puri Batulu. Disanalah beliau mendekatkan diri ke pada para dewa
memohon keselamatan. Belum selesai beliau berdoa, tiba-tiba Patih Gajah
Mada datang menyerang dengan keris. Lalu Si Arya Panji lari dari Puri
Batulu, beliau menjatuhkan diri di sungai dan berenang ke arah selatan.
Gajah Mada juga ikut terjun ke sungai membuntuti pelarian Si Arya
Panji. Setelah tiba di tepi laut, Si Arya Panji menuju Tegal Asah, tiba
di tengah tegalan Patih Gajah Mada sudah berada di belakangnya. Si
Arya Panji langsung di tusuk dari belakang, Beliau jatuh dan tewas,
Mayatnya terkurap ke tanah.
Gajah Mada sangat kesal dan bertolak dari Tegal Asah menuju Puri
Bungkasa, Permaisuri Dalem Bungkasa melarikan diri dan menerjunkan diri
ke sungai, belum jauh pelarian permaisuri dalem bungkasa, dan ia juga
tewas di bunuh ditangan Patih Gajah Mada di tepi sungai Yeh Ayu.
Patih Gajah Mada kembali bertolak ke ke Puri Bukit Sari, ternyata Ni
Gusti Ayu Sari telah melarikan diri diiringi oleh para kerabatnya. Semua
orang istana telah mengungsi, dengan berang Patih Gajah Mada menuju
Puri Semanggen. Ia menemukan seorang anak yang terlantar, yang ternyata
Putra dari Arya Panji. Patih Gajah Mada hendak membunuhnya serta
melenyapkan seluruh keturunan Raja Bali. Namun tiba-tiba ia teringat
akan ajaran agama, tidak boleh membunuh bocah yang tidak berdosa. Patih
Gajah Mada bahkan kemudian mengantarkan si anak untuk melihat mayat
ayahnya.
Si anak yang bernama Dalem alit itu sangat sedih, setelah melihat mayat
ayahnya Arya Panji yang berubah menjadi jangus, waktu dibalikkan oleh
Gajah Mada. Patih Gajah mada kemudian mengambil kayu atau taru untuk
membuat prerai atau tapel yang dinamakan Dalem Jangus.
Sejak itulah mayat Si Arya Panji bernama Dalem Jangus, lalu Dalem Alit
menangis, merebahkan diri di atas mayat ayahnya. Serta Dalem Alit
berkata ”betapa tega tuan membunuh ayahku, siapakah yang akan aku mintai
makan nantinya, hidupku diemban oleh Sang Hyang Amerta, sedangkan aku
masih kecil belum bisa mencari penghidupan. Siapakah yang akan
memperhatikan kehidupanku nantinya”. Dan Patih Gajah Mada menjawab
”siapa yang melahirkanmu, itulah yang patut kamu mintai nafkah” Lalu
Dalem Alit kembali bertanya ”karena ayah dan keluarga saya sudah tewas,
bagaimankah saya bisa mencari nafkah”. Sembari Patih Gajah Mada
menjawab ”Wahai anakku, aku datang dan menyerang Bali. Tujuan aku
kesini adalah untuk menghancurkan serta membunuh dan melenyapkan
seluruh keturunanmu di Bali”.
Setelah mengatakan maksud dan tujuannya Ke Bali, lalu Patih Gajah Mada
mengambil kayu atau taru untuk membuat prerai atau tapel yang dinamakan
dalem jangus. Kaulah yang aku serahi melakukan upacara sesuai dengan
ayahmu berupa jangus.
Sejak itulah, Dalem Alit diserahi tugas melakukan upacara yadnya sesuai
dengan rupa ayahnya berupa jangus. “Aku serahkan lima jenis upacara
itu, kaulah yang mengolahnya. Prerai atau Tapel itu sekarang dinamakan
topeng Sidakarya yang berfungsi sebagai panca yadnya dan tirtanya untuk
muput karya. Dan Dalem Alit ini, dinamai warga Melayu oleh Patih Gajah
Mada, sebab ayahnya tewas dalam pelarian. Tempat ini tidak lagi
bernama tegal asah, namun dinamakan Buruan, sebab Gajah Mada memburu
ayahnya dan membunuhnya disini.
Layaknya pura-pura lain di Bali, Pura Dalem Sidhakarya peraupan ini,
dibagi menjadi tiga mandala, yaitu kanistan mandala atau jaba sisi,
madya mandala atau jaba tengah, dan utama mandala atau jeroan.
Dengan luas sekitar 10 are, areal Pura Pura Dalem Sidhakarya peraupan
ini, dihiasi beberapa buah bangunan suci dan pelinggih, termasuk
pelinggih pokok pura.
Pada jaba sisi atau nista mandala, dari arah selatan keutara, pandangan
kita akan melihat, bale kul-kul, pengelurah, yang merupakan lurah atau
iringan dari Ista dewata Hyang Widhi dan yang paling utaranya terdapat
bambu gading.
Memasuki jaba tengah, terdapat aling-aling, berupa macan gading. Menuju
kejeroan atau utama mandala di arah barat ke timur, terdapat pelinggih
wenara petak yang berada tepat dibelakang aling-aling macan gading.
Di Utama mandala dari arah utara ketimur, terdapat bale pemangku, bale
pengiasan yang digunakan sebagai tempat ngias Ida bhatara sekaligus
tempat menghaturkan banten pemereman pada saat pujawali.
Dari arah utara keselatan terdapat, bale banten, padmasana, pelinggih
gedong meru Dalem Sidhakarya, bale gong dan penyimpenan wastra
pelinggih. Disamping itu, dari arah selatan Pura Dalem Sidhakarya
terdapat, pemadegan Ratu Gede Dalem Peed atau Ratu Dalem Lingsir.
Tahap pembangunan Pura Dalem Sidhakarya peraupan ini, sudah melewati
tiga tahapan pembangunan, yang dimulai dari tahun 1990 hingga 2005.
Bangunan yang di bangun pada tahap pertama adalah padmasana, gedong
meru, bale piasan, serta bale gong. Dan pada tahapan ke tiga yang
dimulai tahun 2005 yang diperbarui adalah bale kul-kul.
Pangempon Pura Dalem Sidhakarya peraupan ini berjumlah 15 Kepala
Keluarga, yang berada di wewengkon banjar bantas peraupan. Para
Pangempon ini bertanggung jawab penuh atas keberadaan pura, baik
kebersihan maupun kelestariannya.
Pujawali atau tata upacara keagamaan yang dilaksanakan di Pura Dalem
Sidhakarya peraupan ini, dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu
upacara yang bersifat rutin dan upacara yang bersifat insidental.
Upacara keagamaan yang bersifat rutin yaitu pujawali atau piodalan.
Berdasarkan perhitungan wewageran dan wuku, pujawali di Pura Dalem
Sidhakarya peraupan ini, jatuh pada buda kliwon sinta atau rainan
pagerwesi.
Keunikan dari Pura Dalem Sidhakarya peraupan ini, adalah banyak
munculnya benda-benda pusaka Dalem Sidhakarya, yang berupa keris ki
kebo teruna atau kebo iwa, pecut naga tatsaka, prerai batu kebo teruna,
rambut sedana, manik banaspati raja, keris alit ber luk solas, keris
polos, dan keris pengentas dewa.
Pura Dalem Sidhakarya Peraupan merupakan pura dalem jagat atau
penyungsungan umum yang berfungsi memohon kerahayuan jagat dan juga
pemuput karya mepanca yadnya.
Pura Dalem Sidhakarya peraupan ini, termasuk pura cagar budaya karena
banyak terdapat peninggalan purbakala yang ada disini. Serta dipercayai
oleh masyarakat sebagai tempat memuja kerabat dalem atau trah sentana
DALEM BALI
0 komentar:
Posting Komentar