Bhagavadgita
III.14 menyatakan bahwa “yadnya berasal dari karma”. Ini berarti bahwa
dalam yadnya perlu adanya kerja, karena dalam yadnya menuntut adanya
perbuatan. Tuhan menciptakan alam beserta isinya diciptakan dengan
yadnya maka patutlah manusia pun melaksanakan yadnya untuk memelihara
kehidupan didunia ini. Tanpa adanya yadnya maka perputaran roda
kehidupan akan berhenti. Yadnya merupakan salah satu wujud dari Tri
Kerangka Agama Hindu yaitu termasuk dalam Upacara/ Ritual. Hal ini
dikarenakan penerapan yadnya dikaitkan dengan Upacara Agama Hindu yaitu
dalam bentuk Ritual.
Karena
yadnya berasal dari karma dalam dalam pelaksanaan yadnya pun terkait
dengan perbuatan maka Yadnya termasuk Karma kanda/karma sanyasa/prawerti
atau jalan perbuatan. Ini berarti bahwa yadnya merupakan salah satu
bentuk penerapan ajaran Agama Hindu dengan cara melakukan perbuatan.
Artinya ajaran Weda dapat diaplikasian dengan melaksanakan yadnya yaitu
dengan
melakukan persembahan/ pemujaan kehadapan Ida Hyang Widdhi Wasa.
Di
dalam pelaksanaan yadnya, Agni berkedudukan sebagai perantara yg
menghubungkan antara manusia dengan Tuhan. Karena agni merupakan
penghubung, maka biasanya dalam pelaksanaan Upacara ritual tidak bisa
dipisahkan dengan penggunaan api baik dalam bentuk “Pasepan” ataupun
dupa. Agni pun dikatakan sebagai pelengkap atau penyempurna segala
kekurangan yang ada pada prosesi pemujaan yang dilakukan.
Sesungguhnya
yadnya tidaklah hanya dalam bentuk Ritual atau melaksanakan upacara
keagamaan saja, tetapi dapat pula dilakukan dengan melaksanakan
perbuatan yang didasari atas hati yang tulus dan ikhlas. Sehingga dengan
demikian maka dapat diartikan bahwa Yadnya merupakan segala bentuk
pemujaan/persembahan dan pengorbanan yg tulus iklas yang timbul dari
hati yang suci demi maksud-maksud mulia dan luhur
Bila
dilihat dari berbagai pelaksanaan yadnya, sesungguhnya didalam yadnya
terdapat beberapa unsure yang pasti ada. Unsur-unsur mutlak dalam yadnya
yaitu: karya (kerja), sreya (ketulusan), budhi (kesadaran), bhakti
(Persembahan). Unsur karya yang terdapat dalam yadnya dapat dilihat
bahwa setiap yadnya yang dilakukan adalah dengan perbuatan / kerja.
Unsur Sreya (ketulusan) pada yadnya yaitu bahwa dalam setiap yadnya
selalu dilakukan dengan dasar ketulusan dan tanpa adanya paksaan dari
pihak manapun. Dalam melaksanakan yadnya, umat tidak merasa terbebani
karena yadnya muncul dari ketulusan hati. Dengan melaksanakan yadnya,
manusia akan senantiasa teringat dengan kebesarannya Tuhan dan memahami
segala kekurangan yang ada dalam dirinya. Sehingga pelaksanaan yadnya
dapat membangkitkan kesadaran dalam diri setiap manusia. Kesadaran yang
dimaksud adalah terbebasnya manusia dari kebingungan, kegelapan sang
jati diri (atman) dari belenggu segala kepalsuan didunia (maya). Dengan
sadarnya manusia pada jati dirinya ia akan dapat melakukan hubungannya
dengan Tuhan. Dalam pelaksanaan yadnya pada umumnya dilakukan dengan
memberikan persembahan dan melaksanakan pemujaan yang didasari atas
ketulusan hati.
Bhagavadgita III.9 menyatakan bahwa :”para
dewa akan memelihara manusia dg memberikan kebahagiaan, karena itu
manusia yg mendapatkan kebahagiaan bila tidak membalas pemberian itu dg
yadnya pada hakekatnya dia adalah pencuri”. Ini berarti bahwa antara
manusia dengan para dewa harus ada hubungan yang harmonis sehingga
terwujud suatu kebahagiaan. Sebagai manusia yang diberikan kelebihan
dari mahluk ciptaannya yang lain yaitu idep (pikiran),
seharusnyalah manusia bisa mengucapkan rasa syukur dan terima kasihnya
kepada Tuhan atas segala kebahagiaan yang ia rasakan melalui pelaksanaan
yadnya. Bila manusia tidak pernah bersyukur artinya bahwa manusia ini
adalah seorang pencuri.
Selanjutnya Sri Kresna bersabda yaitu: “orang yang terlepas dari dosa adalah orang yang makan sisa dari persembahan/yadnya”.
Ini berarti bahwa dalam kehidupan ini manusia harus senantiasa
menikmati makanan hasil persembahannya kepada Tuhan. Bilamana manusia
memakan yang bukan hasil persembahan pada Tuhan berarti dia memakan
dosa. Agar terhindar dari dosa itu, manusia sebelum makan haruslah
mempersembahkannya terlebih dahulu pada Tuhan. Sehingga makan hasil
persembahan yang dimakan adalah anugerah dari Tuhan yang disebut dengan Prasadham” yang istilah balinya disebut dengan ”Lungsuran”. Yadnya Sesa (matur saiban)
merupakan salah satu bentuk yadnya yang dilakukan sehari-hari setelah
memasak. Setelah memasak hendaknyalah kita menghaturkan sedikit dari
masakan itu pada Tuhan sehingga masakan yang dibuat dapat dikatakan
sebagai anugerah dari Tuhan.
Dalam Atharwa veda XII.1 dikatakan bahwa “yadnya merupakan salah satu pilar penyangga tegaknya kehidupan di dunia ini”. Jadi bilamana yadnya tidak dilakukan lagi akan menjadikan alam beserta kehidupannya tidak akan dapat berlangsung.
0 komentar:
Posting Komentar